Sepeda Tua...



Begitu cepat waktu berlalu, tak terasa apa yang dijadikan patokan lama sebentarnya manusia hidup kini kian berubah angka menjadi lebih banyak. Umur.
Beberapa hari lalu aku hampir terharu dan meneteskan air mata di jalan saat naik motor. Ngga tau kenapa aku reflek teriak ketika melihat Guru SD ku di jalan. Saat itu aku dari arah utara mau pulang dan guruku dari arah selatan ke utara menuju rumahnya. Apanya yang perlu ditangisi, Din?
Ya gatau, trenyuh aja ketika melihat seorang guru dijaman sekarang masih naik sepeda ontel tua pulang pergi ngajar siswa. Aku baru sadar jika beliau mengajar di SD ku di daerah Kretek sedangkan pas aku bertemu kemarin beliau nyepeda didaerah Bambanglipuro pun masih kearah utara.
Ibu Sumarni. Masih ingat betul bagaimana ia disegani murid-muridnya. Katakan sekitar 14 tahun yang lalu, semua kenangan masa SD tiba-tiba ada di ingatanku.

Pagi-pagi setelah semua beres, jam setengah 7 pagi biasanya aku sudah siap dengan tas ranselku untuk berangkat ke sekolah. Tak seperti anak-anak sekarang yang berangkat diantarkan oleh orang tua mereka, dulu aku hanya jalan kaki menuju SD 2 Krajan. Tiada yang lebih menyenangkan untuk anak-anak se usiaku waktu itu selain menghampiri rumah teman untuk berangkat ke sekolah bersama. Sekitar 6 orang akhirnya berjalan menuju sekolah bersama-sama. Dan taukah, saat musim hujan ketika orang tua kami lupa tak membawakan payung kami memakai apa ? kami memakai daun pisang sebagai peneduh kami. Saat pulang sekolah jika turun hujan, pasti temanku langsung memetik 1 tangkai daun pisang untuk satu orang dan siap untuk menerjang hujan dengan berlari. Hujan. Aku selalu suka hujan

Oke saatnya kembali pada tujuan awal kenapa aku membuat tulisan ini. Disini aku akn bercerita tentang wanita perkasa dan sepeda ontelnya.
Entah mengapa ingin rasanya mengabadikan beliau lewat tulisan kecil ini. Karena bagiku beliau adalah inspirasi. Bu Marni, panggilan yang biasa diberikan kepadanya. Dia adalah guru kelas 1 sekaligus kelas 2 saat aku SD. Bagaimana bisa ? dulu SD ku memang kekurangan tenaga pengajar sehingga Bu Marni harus mendobel mengajar kelas 1 dan kelas 2. Pada saat dia selesai memberikan penjelasan dan tugas untuk kelas 1, dia akan pindah menuju kelas 2 untuk melakukan hal yang sama. Begitu saja setiap harinya, dan tak pernah aku mengamati raut muka nya yang merasa lelah.

Ada satu momen yang saat ini mungkin tidak ada lagi disekolah-sekolah lainnya. Pagi, saat murid-murid berlarian dengan kawannya dan asyik bercerita, ketika bu Marni datang dan menuntun sepeda tuanya memasuki gerbang sekolah, kami para murid akan langsung berlari kearah beliau. Dengan celotehan khas “Bu salim…bu salim…bu salim” kami dan semua menjulurkan tangan untuk berjabat tangan. Saat itu pula senyum mengembang di wajah Bu Marni. Tak hanya itu, setelah selesai berjabat tangan beberapa anak akan meminta sepeda bu Marni untuk diparkirkan. Kira-kira 3-5 anak menuntun dan mendorong sepeda beliau ke parkiran sedangkan bu Marni masih sibuk senyum dan berjabat tangan dengan murid lainnya. Kami melakukan hal yang sama, berjabat tangan sewaktu guru datang dan memarkirkan sepada bagi guru yang menggunakan sepeda.

Itulah cerita sedikit tentang sosok Pahlawan Tanpa Tanda Jasa saat Sekolah Dasar dan hari-hari kami saat SD yang aku kira saat ini jarang sekali terjadi. Tak lupa ku sematkan doa untuk beliau, semoga tetap sehat di usianya sekarang, diberikan kebahagiaan dan semoga masih ada muridnya yang menuntun sepeda tuanya ke parkiran :)

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel "Milea - Suara Dari Dilan"

Incredible Journey

Ulasan Novel Dilan - Pidi Baiq