Review Novel "Milea - Suara Dari Dilan"



“Dilan” adalah novel yang membuatku jatuh cinta sama Bandung. Itu juga yang membuatku 4 hari berturut-turut memikirkan kehidupan Milea sekarang rasanya kayak gimana. Entah mereka menyesal atau tidak dengan jalan hidup yang dipilih, tapi sebagai pembaca seharusnya kita tidak boleh menyalahkan Dilan yang menurutku dia terlalu spaneng dengan jalan pikirannya dan terkesan keras kepala. Kita juga harus mempertimbangkan sikap Milea yang kala itu masih remaja, pastinya wajar jika masih mengedepankan ego.

Novel series karya Pidi Baiq yang ketiga berjudul “Milea” baru saja rilis Agustus 2016, dan aku udah mendapatkan cetakan ke dua. Prestasi yang sangat bagus untuk Pidi Baiq. Setelah dua novel sebelumnya yang berjudul “Dilan 1” dan “Dilan 2”, Milea menceritakan kisah cintanya dengan Dilan dari kenalan sampai dengan mereka berpisah, kali ini Pidi Baiq mempersembahkan novel kelanjutannya dengan sudut pandang dari Dilan dengan judul “Milea”. FYI aja nih, setelah dua novel sebelumnya sangat laris, Pidi Baiq berusaha mencari Dilan dan menawarinya untuk mambuat semacam klarifikasi. Aku tau sebagian besar keinginan itu karna adanya protes dari pembaca yang tidak rela jika ending novelnya hanya diambil dari Milea saja. Akhirnya rilislah novel “Milea-Suara dari Dilan” ini setelah 15 Agustus 2015 Pidi Baiq menemui dan  memaksa Dilan untuk bercerita.

Setelah membaca “Milea”, aku harus memberikan dua jempol untuk cerita persahabatan Dilan waktu SMA. Dia punya rasa solidaritas tinggi antar anggota geng yang dinilai negatif dimasyarakat. Dia adalah Panglima Tempur (setelah ku cari di Wikipedia ternyata memang ada posisi Panglima Tempur di XTC), yang tidak pernah melakukan aksi kriminal maupun hal negatif seperti apa yang biasa orang bilang. Aku juga masih sangat menyukai sosok Si Bunda yang menjadi orang tua luar biasa dengan candaan sampai tutur katanya saat menasehati anak-anaknya. Kita memang tidak bisa memilih dari orang tua seperti apa kita dilahirkan, tapi kita bisa memilih menjadi orang tua seperti apa kita kelak. Dan menurutku Si Bunda adalah contoh yang baik untuk orang tua dalam memposisikan anak. 

Bagi yang lupa dengan ulasan novel Dilan, silakan dibaca lagi di blogku. 2 novel yang berkisah nyata tentang cinta anak SMA, dari kenalan, menjalin cinta, putus dan kemudian banyak sekali kesalahpahaman yang tak pernah diluruskan bahkan tak pernah dipertanyakan. Baru satu tahun ini, Milea menceritakan sosok Dilan dan masa SMA nya dalam novel. Kalau tidak salah hitung mungkin umur Dilan dan Milea saat ini sudah 43 tahunan. Tak apalah baru meluruskan perasaan masing-masing di usia sekarang. Dari pada tidak sama sekali. But please, don’t judge the book by the cover! Karena banyak sekali pelajaran yang dapat kita ambil dari tiga novel tersebut.

Berikut adalah pernyataan Dilan yang berhasil membuat perasaanku campur aduk. Kelak masa SMA adalah masa yang benar-benar akan ku rindukan. 

“Begitu banyak kenangan, baik bersama teman-teman, guru, dan tempat itu sendiri. Rasanya masih terasa begitu dekat dengan diriku. Dan, disaat mengingatnya kembali, aku mencintai mereka, semuanya, lalu membuat sebagian besar dari diriku, serta-merta, seperti ingin balik lagi ke masa itu.
Namun sore itu, terasa berbeda, gedung sekolah kulihat begitu lenggang, mungkin karena hari sudah sore dan tadi pagi harusnya ada kegiatan pendaftaran murid baru. Sore itu, kulihat nampak sunyi. Hanya terdengar suara cicitan burung gereja diatas atap sekolah sebagaimana biasanya. Kulihat juga pohon soka, yang tumbuh dipagar sekolah sedang mulai berbunga, dan aku ingat Lia menyukai bunga itu.
Terimakasih untuk semua orang yang sudah meninggalkan kenangan. Betapa saat itu, aku ingin menemukan cara terbaik untuk mengekspresikan apa yang aku rasakan karena sungguh aku sedang tiba-tiba sangat rindu.”  

Novel ini juga meluruskan apa-apa yang dulu menjadi kesalahpahaman antara Dilan dan Lia (Milea). Salah satunya, dinovel sebelumnya Milea menyebutkan saat pemakaman ayah Dilan, dia tidak mengajak ngobrol banyak dengan Dilan hanya karna menghormati pasanganya. Dan ini adalah klarifikasi Dilan di novel yang ketiga:

“Risa adalah keponakan Si Bunda yang datang ke Bandung. Risa adalah perempuan yang Lia tulis di bukunya sedang berdiri di tepi kuburan ayahku menggunakan selendang biru. Aku terkejut ketika Lia menulis bahwa Piyan saat itu bilang kepadanya: perempuan itu adalah pacarku. Tidak perlu marah ke Piyan atas apa yang dulu dia bilang karena Piyan sendiri sebenarnya mendapat informasi itu dari orang yang tidak bertanggung jawab. Tidak perlu berkeluh kesah. Semuanya sudah berlalu.”

Dilan juga mengungkapkan perasaannya di novel ini:
“Aku sedang berbohong jika aku mengatakan bahwa aku tidak kecewa, tapi aku tidak ingin memiliki pikiran yang buruk tentang hubungan cinta yang putus. Apa yang sudah kami lakukan adalah tetap yang terbaik. Aku hanya berfikir betapa beruntungnya aku telah mengenal dirinya. Betapa beruntungnya aku pernah bersama Milea Adnan Hussain.
Lia adalah guruku. Dia benar-benar sudah membuat aku menyadari banyak hal tentang diriku sendiri. Bahkan saat pertama kali aku bertemu dengannya, aku menyadari sesuatu tentang diriku dan kemudian aku bisa melihat cukup banyak yang harus aku perbaiki dalam diriku”

Di novel ini Dilan tidak menceritakan detail tentang kehidupannya yang sekarang. Apakah sudah punya istri atau sebaliknya. Di novel ini dia hanya menyebutkan “semoga Cika juga bisa menceritakan kisahnya di novel selanjutnya”. Dia adalah Ancika Mehrunisa Rabu, yang kukira juga punya kisah menarik dengan Dilan. Dan ini adalah penutup novel “Milea-Suara dari Dilan” yang Dilan tujukan ke Milea:

“Lia, dimanapun kau berada.
Aku tahu bukan itu yang kita harapkan, tapi itu adalah kenyataan. Ini bukan hal yang baik untuk merasakan sebuah perpisahan, tapi sekarang bagaimana caranya kita tetap akan baik-baik saja setelah itu. Menerimanya dengan ikhlas, akan menjadi lebih penting daripada semuanya.
Rasa sedih jika ada, itu harus berbatas untuk memberi peluang munculnya harapan pada hari-hari berikutnya, mengejar impian dan meraih kebahagiaan bersama seseorang yang dapat menghabiskan sisa hidup kita dengannya. Mudah-mudahan kita kuat, ya Lia, sekuat Kehidupan, Cinta dan Pemahaman. Rasa sedih dan kegagalan tidak selalu berarti kekalahan.
Dan sekarang, yang tetap di dalam diriku adalah kenangan, di sanalah kamu selalu.
Terima kasih, Lia. Terima kasih dulu kau pernah mau.”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Incredible Journey

Ulasan Novel Dilan - Pidi Baiq