Bandung, I'm In Love


Kereta perlahan berangkat menuju arah barat setelah sekitar 2 menit kami duduk dikursi ekonomi yang saling berhadapan. Yah, kami sedang menertawakan sebuah drama sore kami berlima. Kami berangkat ke Bandung, dan sedikit kekacauan dimulai saat salah satu temanku salah jadwal mengira kereta berangkat jam 8 malam, padahal jadwal berangkat kami tertulis tanggal 16 Desember jam 18:58. Alhasil dari kos yang berada di daerah Glagahsari kami menuju Lempuyangan setelah packing seadanya dan kebut-kebutan di jalan. Alhamdulillah setelah desak-desakan diantrian cek tiket dan identitas stasiun, kami menemukan 3 teman kami yang sudah menunggu dari tadi dengan perasaan campur aduk. Padahal saat itu aku sudah pasrah kalo gajadi ke Bandung. Tapi ternyata Allah sengaja membuat perjalananku kali ini lebih berkesan karena kejadian sore itu.

Sabtu, 17 Desember 2016. Setelah kira-kira 8 jam perjalanan menuju Bandung, tibalah kami di Stasiun Kiaracondong sebelum waktu subuh. Kami bergegas memesan 1 mobil Grab untuk mengantar kami ke daerah Buah Batu untuk berkunjung ke salah satu tetangga rumah kami yang tinggal di Bandung. Aku baru tahu kalau tukang Grab ga ada yang berani masuk area Stasiun. Sehingga kami harus jalan kaki sekitar 300 meter menuju Fly Over dekat Stasiun untuk menemukan mobil yang kami pesan. Oh iya, tentang daerah Buah Batu, sepertinya Allah sekali lagi memberiku perjalanan yang berkesan. Jalan Buah Batu adalah jalan yang sering disebut di ketiga Novel Dilan. Subuh itu, saat aku melewatinya, aku telah sepakat dengan Novel itu kalau jalan Buah batu diganti dengan Jalan Dilan-Milea. Sekedar mengingatkan, sepertinya tulisan blogku kali ini belum bisa move on dari Novel Dilan. Sekedar mengingatkan lagi, sepertinya di Bandung aku makin jatuh cinta sama Dilan. Aku juga makin jatuh cinta sama Pidi Baiq. Aku juga makin jatuh cinta sama Bandung. Bangeeettt. Pengen tinggal di Bandung. Pengen juga ke masnya yang ngomong pake bahasa sunda. Hahaha 

Setelah melewati Pasar Pagi kami terus melaju menuju Buah Batu Regency bersama tukang Grabnya yang ternyata orang Maguwoharjo. Halahhh. Setelah sampai kami disambut Mba Yanti. Mba Yanti inilah yang akan menjamin dua hari kami di Bandung tanpa kami sangka-sangka. Masuk waktu Subuh, setelah bercerita perjalanan kami, kami lanjutkan Shalat. Aku dan Silvi shalat dirumah sedangkan Dani, Miftah, Amru pergi ke Masjid perumahan yang tak jauh dari rumah. Kira-kira jam setengah 9 pagi setelah Mba Yanti dan suaminya mengantar ayah, ibu dan dua anaknya ke Stasiun  untuk liburan ke Jogja, kami diberikan pinjaman mobil untuk dua hari selama kami di Bandung. Pagi itu juga kami ditawari untuk menginap dirumahnya karena dia dan suaminya akan ke Jakarta, supaya rumah ngga kosong katanya. Tapi kami sudah terlanjur booking hotel saat masih di Jogja, sehingga tawaran tersebut kami tolak. Jalan-jalan kami dimulai pagi itu dan akomodasi kami benar-benar ditanggung sama Mba Yanti. Kita kan jadi enak, yah :D

Tujuan pertama kami adalah Farm House, Lembang, Bandung.  Tiket masuk perorang sebesar Rp. 20.000 dan biaya parkir mobil Rp. 15.000. Farm House menawarkan wisata keluarga yang dikemas dengan cantik. Oh iya, dari per tiket itu kamu bisa menukarkan 1 cup susu lembang ukuran besar lho. Daya tarik utama wisata Farm House adalah rumah Hobbit dan bangunan- bangunan berarsitektur Eropa. Puas menyusuri rute di Farm House, Bada Zuhur kami melanjutkan jadwal destinasi wisata Lembang kami. Setelah berunding diarea parkir, tak sengaja ada bapak-bapak yang mendengar diskusi kita dan beliau memberikan petunjuk arah menuju ke Dusun Bambu.

Sekitar jam satu kami tiba di Wisata Dusun Bambu setelah sebelumnya kami mampir di warung Baso. Diwarung itu entah kenapa baru terasa benar-benar di Bandung gara-gara Aa tukang basonya manggil aku dengan sebutan Neng dengan nada khasnya. Setiba di Dusun Bambu kami langsung beli tiket dengan harga Rp.20.000 perorang. Biaya parkir 10 sampai 15 ribu, aku lupa. Dari lima tiket itu bisa ditukar dengan 3 botol air mineral ketika menuju pintu keluar. Wisata Dusun Bambu terletak di daerah Cisarua, Lembang, menawarkan wisata keluarga dengan daya tarik utama Resort Village yang berada ditepian danau. Selain itu adanya area luas yang ditanami berbagai macam bunga yang sangat indah lengkap dengan lapangan yang nyaman dan sungai berair jernih. Bahkan banyak pengunjung anak-anak yang bermain basah-basahan di sungai itu. Setelah banyak berfoto, kami turun menuju pintu keluar dengan menumpang kendaraan yang sengaja disedikan oleh pengelola. Kira-kira kami meninggalkan wisata Dusun Bambu pukul setangah 4 sore.
Kami melanjutkan perjalanan berbekal Google Map menuju Cileunyi karena ada satu teman kami yang mau ikut jalan dan dia menyusul kami dari Jakarta. Entah ditipu kenek bisnya atau gimana dia bisa diturunkan di Cileunyi. Menuju Cileunyi itulah kami melihat megahnya Stadion Gelora Bandung Lautan Api dan makan malam di warung pecel lele seberang tol Buah Batu. Tempat makan ini tidak recommended dari segi budget untuk backpacker seperti kita. Nasi, ayam plus minum harganya kalau tidak salah Rp. 20.000. Sedangkan nasi, bebek dan minum harganya Rp. 35.000an. 

Sekitar pukul 18.30 kami melanjutkan perjalanan ke Hotel Ibis Budget yang ada di jalan utama Bandung yaitu Jalan Asia Afrika karena sebentar lagi kick off Final AFF Leg ke-2 . Trip kami kali ini memang semi backpacker karna tidur di hotel. Tapi jangan anggap wah dulu, karena Hotel berlokasi sangat strategis ini kami dapat dengan harga Rp.320.000 perkamarnya. Kami booking 2 kamar untuk berenam. Satu kamar untuk 2 orang cewe dan satu kamar lagi untuk 4 cowo. Hahaha

Ada yang menarik saat kami melintas di Jalan Asia Afrika saat menuju hotel. Jalan sekelas Asia Afrika saat itu sangat sepi dan hanya ada satu dua mobil dan motor yang melintas, rupanya setiap malam minggu ada car freeday. Saat kami check in dilobby hotel juga beberapa orang nonton bareng di layar besar yang sudah disediakan hotel. Rencana kami yang awalnya mau nobar sama Bapak Wali Terkece, Terganteng, dan Tergaul di Lapangan Lodaya Baru pun malam itu harus dibatalkan karena kami meleset dari jadwal sebab menjemput teman di Cileunyi tadi. Dan karena sampai dihotel sudah kick off, kami memutuskan untuk nonton di hotel. Maapkeun pa Emil, lain waktu kita ketemu yak. Bandung keren, pak. Hhehe

Kami keluar menuju Jalan Asia Afrika untuk menikmati malam minggu kami di Bandung pukul 21.30. Suasana saat itu sangat ramai oleh pengunjung karena setiap malam minggu jalan itu ditutup untuk kendaraan umum. Banyak sekali anak muda dengan berbagai komunitas berkumpul disana. Ada yang bermain sketboard, atraksi sepeda, fotografi sampai komunitas mobil mewah. Malam itu disana juga disediakan panggung musik untuk hiburan dengan Band The Titan. Puas Berfoto-foto sepanjang Jalan Asia Afrika kami melanjutkan langkah menuju Masjid Raya Bandung. Sebelum menuju Masjid itu kami melintasi Jembatan yang dilorongnya ada tulisan yang tak asing kubaca. Yaampun itu quotesnya Pidi Baiq. Aku langsung meminta temanku untuk memotretku dibawah tulisan legendaris itu. Terimakasih ya Allah. Dulu aku hanya melihat postingan foto quotes itu di instagram Pidi Baiq tanpa tau lokasinya. Dan malam itu kisah cinta Dilan-Milea kembali membuatku hanyut dalam romantisme kota Bandung ketika aku menatap tulisan itu tanpa berharap bisa bertemu dengan tulisan itu sebelumnya. Setelah kita membeli makanan dan minuman di sekitar Masjid Raya, kami kumpul dialtar Masjid yang sengaja dirancang oleh arsiteknya agar nyaman untuk pengunjung. Sampai pukul 12 malam altar masih ramai bahkan masih banyak sekali balita yang lari-larian. Kami berjalan menyusuri Jalan Asia Afrika, kembali ke hotel untuk beristirahat karna kaki sudah pegal.

Minggu, 18 Desember 2016. Keesokan harinya kami telat satu jam dari kesepakatan, yang rencananya jam 6 kami sudah pergi ke Kawah Putih, Ciwidey, nyatanya jam 6 kami baru bangun semua dan aku harus ketok2 pintu kamar cowo karna sama sekali ga ada yang bangun. Jam 7 tepat kami check out dari hotel dan langsung menuju Kawah Putih.
Minggu pagi di Bandung, jalanan masih lenggang, ada macet sedikit yang disebabkan acara mingguan seperti sunmor. Kami sarapan bubur ayam dan nasi kuning disekitar jalan didekat pasar. Aku lupa jalan apa itu, pokoknya jalan yang ada petunjuk arahnya menuju Cibaduyut. 

Ciwideeyyy. Kami tiba di Kawah Putih sekitar jam 10.15 karena macet mendekati kawasan wisata itu. Tiket masuk perorangnya yaitu Rp.20.000 dan biaya parkir mobil diatas sebesar Rp.150.000. Bagi yang ke Kawah Putih dengan mobil dan hanya berdua kusarankan untuk parkir dibawah dan selanjutnya naik ontang-anting yang telah disediakan pengelola karna biaya parkir yang mahal. Tapi kalau berenam seperti kita tidak terlalu memberatkan. Kawah putih ini juga biasanya akan turun hujan ketika siang. Jadi lebih baik berkunjung saat pagi hari. Kami beruntung hari itu menikmati Kawah Putih saat cerah dan menjelang siang saat dipenuhi kabut. Puas berfoto di Kawah Putih kami melanjutkan perjalanan menuju kebun buah Strawberry yang masih dalam kawasan Ciwidey. Setelah berhenti disalah satu kebun kami bertanya ke pemiliknya, ternyata ada biaya masuknya sebesar Rp. 10.000 dan jika membeli perkilonya Rp.100.000. Karena sebelum berangkat ke Bandung kami sudah beberapa kali rapat dan juga googling, di Ciwidey sebetulnya kalau mau wisata petik Strawberry tidak ada biaya masuknya. Karena itulah kami melanjutkan perjalanan menuju bawah dan akhirnya ketemu perkebunan Strawberry yang masuknya gratis dan ibu-ibunya ramah banget. Dan aku mulai suka ketika orang sunda manggilnya “Neng” atau “Teh” ketika kita dipanggil perempuan seumuran atau dibawah kita umurnya. Setelah beli Strawberry dan Blackberry dari kebun ibu ramah itu kami melanjutkan perjalanan menuju Stadion Jalak Harupat. Aku gatau ada didaerah mana Stadion itu  karna begitu dari Kebun Strawberry itu aku tidur dimobil dengan lagu I Started A Joke’nya  Bee Gees. Bagi penggemar Novel Dilan, pasti tahu lagu itu.

Sampai di Stadion Jalak Harupat, kami langsung menuju musholanya untuk shalat Duhur sekalian dijamak Ashar. Setelah itu kami memutari stadion dengan bertema warna Orange Biru itu. Oh iya, kesan yang ga akan lupa tentang Bandung hari itu adalah saat kami mau masuk menuju gerbang Stadion. Saat itu ada pemuda yang penampilannya hampir seperti preman yang menghentikan mobil kami dan dengan santun bilang “Punten, A. Kalo mau parkir didalam biayanya sepuluh ribu”. Itu tuh bikin aku mikir kalo laki-laki yang ngomong pake bahasa sunda nilai nya akan naik 1000%. haha.

Setelah keluar dari Stadion kami mampir makan Baso lagi. Masih didekat kawasan Stadion Jalak Harupat. Dua kali makan Baso di Bandung membuat kita hapal kalo warung Baso tidak menyediakan Es Teh atau Es Jeruk seperti di Jogja. Mereka hanya menyediakan galon air mineral dan gelas untuk pembeli tanpa dipungut biaya.

Pukul setengah 3 sore kira-kira kami melanjutkan perjalanan menuju Cibaduyut untuk membeli oleh-oleh. Setelah parkir di toko Grutty Cibaduyut, kami pisah menjadi dua rombongan. Kumpul lagi sekitar setengah 5 sore kami melanjutkan perjalanan menuju terminal untuk mengantar Rahmat kembali ke Jakarta naik Bis. Kami berlima bergegas menuju Buah Batu Regency untuk memulangkan mobil dan pesan Grab lagi untuk mengantar kami ke Stasiun Kiara Condong karna kereta kami berangkat pukul 20:00. So, say goodbye to Bandung, Din. I hope I can back again someday, with different story of course.

Terimakasih Bandung, dulu jalananmu pernah disapa Dilan. Terimakasih Bandung, karena kini cerita Dilan dan Milea seakan-akan kembali hidup di ingatanku. Aku janji, akan selalu jatuh cinta pada kotamu, jalanmu, dan pada lorong jembatan itu. Seperti hujanmu, yang selalu memberi nada indah disetiap rintiknya.

“Dan Bandung bagiku bukan cuma masalah geografis. Lebih jauh dari itu melibatkan perasaan, yang bersamaku ketika sunyi”
-Pidi Baiq
Bandung, 17-18 Desember 2016















Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel "Milea - Suara Dari Dilan"

Incredible Journey

Ulasan Novel Dilan - Pidi Baiq