tentang hujan

Ia tak pernah menyalahkan hujan. Walau dia pernah terluka karenanya. Baginya, hujan selalu indah. Gadis itu sungguh tak ingin semuanya terulang, betapa waktu telah membawanya untuk memiliki memori indah saat Menengah Pertama.

Bukankah waktu bergulir terlalu cepat? Tidak. Bagi gadis itu, waktu selalu tepat. Hanya kita yang tidak pernah menyadari sejauh apa kita melangkah. Tanpa atau dengan guyuran hujan.

Tentang hujan di Menengah Pertama. Ia adalah bahagia. Ada hal yang membuatnya semangat pergi ke sekolah waktu itu. Ada seseorang yang membuatnya berdebar saat berpapasan. Kakak kelas. Seorang laki-laki pendiam yang cukup populer.

Entah cinta atau hanya sekedar kagum, waktu itu si gadis memberanikan diri untuk mengirim pesan singkat untuk kakak kelasnya.

Singkat cerita, mereka menjalin kedekatan di masa Menengah Pertama. Saling menunggu ketika jam sekolah berakhir, menunggu dalam diam.

Hujan selalu mengiringi setiap apa yang ia rasakan. Waktu itu habis jam sekolah, kakak kelas sengaja menunggu gadis itu diparkiran, sengaja menunggu didekat sepeda adik kelasnya. 15 menit pertama ia masih sabar karena masih ada teman-teman dekatnya untuk mengobrol. 30 menit menunggu ia mulai berfikir apahal yang dilakukan gadisnya sehingga dia tak kunjung jua mengambil sepedanya untuk pulang? Ia masih tetap menunggu hingga lebih dari satu jam diparkiran, sesekali melihat murid lain mengambil sepedanya untuk pulang. Ia pun pulang dengan berguyur hujan.

Kala itu, semua murid tidak diperbolehkan membawa HP saat sekolah, dan sering sekali ada razia bagi siswa yang membawa alat komunikasi. Itulah mengapa, bagi gadis dan kakak kelas itu, tak apa jika hanya ketika malam mereka memberi kabar. Sementara saat siang kadang bertemu di sekolah, kadang pun tidak. Kau tau? Gadis itu hanya bisa menundukkan kepalanya saat berpapasan. Sekalipun si kakak kelas menatapnya dari sekian jauh. Dan jangan harap ada percakapan langsung di tulisan ini. Karena memang tak ada percakapan diantara mereka. Yang ada hanyalah tulisan di layar handphone. Hanya itu yang berbicara.

Hari berjalan cepat, dengan perasaan yang masih sama. saat kelas delapan, gadis itu akan tampil lomba bersama grup marching bandnya. Latihan yang terus menerus setiap hari membuatnya tidur awal dimalam hari. Sebab itu si gadis jarang sekali membalas pesan kakak kelasnya. Latihan display di jam sekolah memaksa murid yang ikut ekstrakulikuler marching band untuk siap kapan saja jika diminta pelatih untuk berlatih. 

Seperti hari itu, waktu masih menunjukkan jam 10 pagi ketika announcement terdengar disetiap kelas meminta murid berkumpul dilapangan untuk berlatih. Gadis itu dan beberapa temannya segera ke lapangan. Saat bel istirahat berbunyi sebagian murid lain menyaksikan latihan display tim marching band sekolah mereka. Tak terkecuali kakak kelas itu, dan teman-temannya. Matanya tak berpaling sedikitpun dari seorang gadis yang telah lama dekat dengannya. Senyumnya mengembang ketika beberapa teman laki-lakinya meledek tentang kedekatannya dengan gadis itu, tanpa mengalihkan pandangan dari sebelumnya.

Hanya sebatas kagum, tanpa pernah dikatakan. Mereka tumbuh menjadi diri mereka sendiri. Menjadikan sekolah satu-satunya tempat untuk berpapasan, menatap sepersekian detik.

Apakah waktu berjalan begitu cepat? Tidak. Waktu selalu tepat. Hanya kita yang kadang tidak menyadari sejauhmana kaki melangkah, setidaknya bagi gadis itu. 

Tak banyak yang terucap ketika kakak kelas meninggalkan Menengah Pertama. Ia hanya berjanji tak akan melupakan semuanya. Seperti hujan yang selalu terkenang tandusnya sawah. Layaknya  hujan yang selalu terkenang keringnya rumput dan dedaunan.

Bertahun-tahun setelah janji itu, mereka tak lagi berbalas pesan saat malam hari. Waktu memang tak pernah mengingkari janji, mendewasakan keduanya. Mereka dipertemukan dalam sebuah reuni akbar beberapa angkatan di Menengah Pertama. Masa-masa sekolah dimana mereka pertama merasakannya.

Dan saat hujan turun, laki-laki itu menanyakan sebuah perasaan yang telah lama hilang.

Komentar

Posting Komentar

Postingan populer dari blog ini

Review Novel "Milea - Suara Dari Dilan"

Incredible Journey

Ulasan Novel Dilan - Pidi Baiq